Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Belakangan ini muncul fenomena Amoeba pemakan otak yang telah memakan korban di Korea Selatan. Fenomena amoeba yang secara umum menyebutnya dengan Naegleria Fowleri. Fenomena tersebut ramai menjadi perbincangan media sosial. Pemberitaan dari Korean Times, seorang pria telah tinggal selama empat bulan di Thailand, namun baru kembali ke Korea Selatan pada tanggal 10 Desember.
Saat ia kembali ke Korea Selatan, ternyata terinfeksi oleh Naegleria Fowleri, atau amoeba yang merusak bagian otak manusia. The Korean Times memberitakan bahwa kasus infeksi Naegleria fowleri ini menjadi yang pertama kalinya. Sehingga KDCA belum menyatakan lebih rinci terkait bagaimana pria tersebut bisa terinfeksi.
Heboh pemberitaan Naegleria fowleri atau Amoeba perusak otak tersebut telah menjalar hingga ke Indonesia. Kini banyak yang ingin tahu tentang bagaiman proses infeksi dan penularan dari spesies berukuran kecil tersebut. Naegleria fowleri merupakan organisme yang hidup bersel tunggal.
Memiliki bentuk yang sangat kecil sehingga membuatnya hanya dapat terlihat melalui mikroskop. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit CDC mengatakan bahwa makhluk ini paling sering kali berada di tanah dan air tawar yang hangat seperti danau, sungai, hingga mata air panas.
Naegleria fowleri termasuk organisme yang menyukai panas (termofilik). Ini yang artinya ia akan tumbuh subur pada lingkungan yang panas dan lebih menyukai air hangat. Bahkan Naegleria fowleri menjadi satu-satunya spesies yang menginfeksi manusia.
Ternyata tanda dan gejala infeksi naegleria fowleri ini cukup mirip dengan meningitis yang terjadi akibat bakteri. Orang mudah terinfeksi saat air yang mengandung naegleria fowleri memasuki hidung. Selanjutnya amoeba bermigrasi ke otak melalui jalan-jalan saraf penciuman. Orang tidak terinfeksi jika hanya meneguk air yang terkontaminasi. Gejalanya bisa terlihat dalam waktu 1 hingga 12 hari (median 5 hari) setelah berenang atau amoeba memasuki hidung.
Saat sudah terinfeksi juga bisa meninggal dunia selama 1 hingga 18 hari (median 5 hari) setelah merasakan gejalanya. PAM sulit terdeteksi karena penyakit berkembang dengan cepat. Untuk itu, diagnosis terkadang muncul setelah pasien tersebut meninggal. Tanda dan gejala terinfeksi Amoeba pemakan otak yang muncul pada tahap pertama atau awal mirip dengan flu.
Biasanya merasakan sakit kepala bagian depan yang parah, demam, mual, dan muntah. Gejalanya bisa berkembang dengan cepat pada tahap kedua seperti leher kaku, kejang, status mental yang berubah, halusinasi, hingga koma. Umumnya jika sudah terinfeksi penyakit ini bisa berakibat fatal.
Kasus-kasus yang pernah terjadi terdokumentasi dengan baik, hanya ada lima orang yang selamat di Amerika Utara. Sementara ada empat orang Amerika Serikat pada 1978, 2013, dan 2016, dan satu orang Meksiko pada 2003. Pada kasus kesembuhan perdana dari AS, kondisi korban secara perlahan membaik hanya dalam satu bulan rawat inap.
Hal yang menjadi efek samping pengobatan yakni penurunan sensasi pada kaki selama dua bulan setelah keluar dari rumah sakit, namun bisa secara bertahap membaik. Pasien juga tidak lagi mengidap naegleria fowleri dengan menjalani perawatan selama 3 hari. Namun, kasus kesembuhan ini juga berkaitan dengan strain naegleria fowleri. Sebenarnya mungkin Amoeba pemakan otak ini kurang ganas, sehingga berpengaruh atas pemulihan pasien.
Selama musim panas 2013, ada dua anak yang terinfeksi Naegleria fowleri dan selamat. Kasus pertama, seorang gadis berusia 12 tahun memiliki diagnosis dengan PAM kira-kira 30 jam setelah sakit. Selanjutnya memulai pengobatan dalam waktu 36 jam. Anak tersebut juga menerima obat penelitian miltefosine.
Untuk menangani pembengkakan otaknya secara agresif dengan perawatan yang mencakup hipotermia terapeutik. Cara ini mendinginkan tubuh di bawah suhu tubuh normal. Kesembuhannya yang berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dini, serta terapi baru termasuk miltefosine serta hipotermia.
Sementara pasien kedua, yakni seorang anak berusia 8 tahun. Ia juga dianggap sebagai penyintas PAM meski mungkin menderita kerusakan otak secara permanen. Ia juga mendapatkan perawatan dengan miltefosine, namun diagnosis dan perawatan beberapa hari setelah mulai merasakan gejalanya. Hipotermia terapeutik tidak berguna dalam kasus ini. Pada musim panas 2016, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun dalam laporan sebagai orang keempat yang selamat dari PAM AS.
Pasien ini dengan diagnosis beberapa jam setelah datang ke rumah sakit. Ia mendapatkan perawatan dengan protokol yang sama seperti gadis berusia 12 tahun pada 2013. Pasien ini akhirnya bisa sembuh total secara neurologis dan kembali ke sekolah. Secara keseluruhan, prospek orang yang terinfeksi penyakit ini buruk, meskipun diagnosis dini serta pengobatan baru bisa meningkatkan peluang agar bertahan hidup.
Infeksi amoeba pemakan otak jarang terjadi dan berkembang dengan cepat. Sejauh ini para ilmuwan belum bisa menemukan obat yang efektif dan belum ada vaksin untuk mencegahnya. Saat ini, dokter hanya bisa mengobati pasien terinfeksi dengan kombinasi obat-obatan. Mulai dari amphotericin B, azithromycin, fluconazole, rifampicin, miltefosine, dan dexamethasone.